KRUSIAL.online, NASIONAL – Disya Arinda M.Psi, seorang psikolog klinis dewasa membahas 5 jenis yang membuat seseorang menjadi pemicu (ke-trigger), serta cara mengatasinya.
Menurut Disya Arinda yang di unggah di akun twitternya, dalam mengatasi pemicu (trigger) apapun bentuknya, perlu diawali dengan menenangkan diri. Bisa dengan relaksasi pernapasan atau berjarak.
Dia menyampaikan, segala tips yang ia paparkan tidak akan berhasil dilakukan kalau masih dalam survival mode, yang membuat kita lebih sulit berpikir secara rasional. Berikut 5 trigger yang paling banyak dialami oleh seseorang.
1. Felt lonely (merasa kesepian)
Mungkin ini mirip felt excluded, lack of affection, ignored, and disconnected ya. Sadari dulu bahwa kita adalah orang yang mau berusaha terkoneksi. Artinya, kita memang perlu melakukan hal-hal yang berkaitan keterhubungan secara emosional dengan orang lain.
“Perasaan kesepian dan terabaikan akan jauh lebih sulit teratasi, kalau kita berpikir hanya butuh orang lain yang nyamperin dan menghapus kesepian,” ujarnya.
“Justru kitalah yang perlu aktif reaching out, melihat dunia di sekitar, dan menemukan aktivitas yang membuat kita merasa fulfilled,” tambahnya.
Jadi mungkin, seseorang mudah ke-trigger saat merasa kesepian dan terabaikan karena gak memiliki relasi yang sehat dan bermakna dengan orang sekitar. Mungkin juga gak punya aktivitas yang bikin merasa puas secara positif. Jadi yuk coba untuk pelan-pelan melangkah “keluar
2. Felt Judged (merasa dihakimi)
Mungkin mirip dengan felt scolded, blamed, couldn’t speak up, like the bad guy, and like it was unfair. Trigger yang mulanya dari perasaan tersudutkan dan disalahkan. Rasanya seolah kita gak punya kesempatan untuk membela diri.
“Sering terjadi di medsos juga nih kayaknya. Seringkali perasaan kayak gini bikin kita cemas, takut salah, dan merasa gak ada yang bisa ngerti kita,” terangnya.
Jadi, untuk mengatasinya maka sebaiknya juga perlu introspeksi diri sambil bersikap lembut pada diri sendiri. Jangan sampai ikut-ikutan judging & self-blaming.
“Kita mungkin mudah ke-trigger karena kita pikir penilaian dari orang lain mendefinisikan keseluruhan diri. Padahal diri yang kita kenal tuh gak gitu,” ucapnya.
Maka, coba utk lebih pahami diri, belajar dari kesalahan dan jadikan diri ‘rumah’ ternyaman saat dunia begitu keras pada kita.
3. Felt unheard & ignored (merasa tak didengar atau diabaikan)
Meski tampaknya sepele tapi perasaan gak didengar dan diabaikan tuh menyiksa sih sebetulnya. Kayak ada tapi gak dianggap.
Inilah kenapa sebagian orang trying too hard to be heard and seen, misalnya dengan kemarahan dan tekanan. Setelah lebih tenang, kita bisa coba untuk memvalidasi perasaan kita sendiri.
Bisa dengan menuliskannya atau mengucapkannya. Pastikan kita sendiri bisa menyadari dan mendengar validasi emosi tersebut. ketika gak ada seorangpun yang bersedia melakukannya.
Kemudian, belajar untuk mengekspresikan emosi dan mengungkapkan perasaan secara asertif. Sadari bahwa trigger muncul mungkin karena kita udah berusaha tapi rasanya gak pernah cukup.
Maka, coba utk merasa cukup dengan diri sendiri dan temukan orang-orang yang bersedia jadi support system
4. Felt unloved & forgotten (merasa tidak di cintai atau di lupakan)
Ini sering terjadi dalam relasi dekat ya seperti keluarga, pertemanan dan romantis. Mungkin lebih tepatnya merasa gak diutamakan, gak diinginkan, ditolak, dan dilupakan.
“Ternyata patah hati tuh gak melulu soal kehilangan tapi juga yang gini-gini. Trigger atas dasar perasaan unloved & forgotten ini agak-agak sulit mengatasinya karena umumnya terjadi sejak kecil, dimulai dari relasi ortu-anak,” urainya.
Jadi, selain mengembangkan self-love yang sehat, juga perlu psikoterapi dengan psikolog profesional. Trust me, this is worth trying. Selain itu, coba pahami diri tentang apa aja yang diharapkan dari suatu relasi dan gimana mewujudkannya.
“Kita juga perlu untuk belajar dari relasi sebelumnya dan berusaha untuk pelan-pelan mencintai diri dan orang lain secara sadar penuh (mindful loving). Sisanya emang perlu penanganan ahli,” sarannya
5. Felt trapped & controlled (merasa terjebak dan dikendalikan)
Perasaan ini paling umum dialami oleh orang dengan pengalaman kekerasan maupun pelecehan. Jadi seringkali ke-trigger karena merasa gak berdaya (powerless) maupun gak aman (unsafe)
Dalam kondisi ke-trigger kayak gini, penting untuk merasa aman secara fisik dulu. Make sure we’re in a safe place, di mana gak ada ancaman nyata.
“Lalu upayakan untuk memberikan afirmasi kepada diri sendiri bahwa kita lagi di kondisi yang lebih aman dan lebih terkendali. Pelan-pelan aja,” katanya.
Tapi yang jelas, kondisi ini sangat butuh pertolongan profesional karena banyak terjadi akibat adanya pengalaman traumatis. Apabila gak segera diatasi tentu akan berdampak ke banyak hal. Trigger-nya jadi lebih banyak dan sering.
Penulis/Editor :A Hairuddin