KRUSIAL.online, SURABAYA – Kisah panjang petualangan Moch Subchi Azal Tsani (MSAT) (42) tersangka dugaan kekerasan seksual yang menjadi DPO (Daftar Pencarian Orang) akhirnya menyerahkan diri ke Polisi dan langsung dijebloskan ke Rumah Tahanan (Rutan) Medaeng Surabaya, Jum’at (8/7/2022) kemarin
Drama penangkapan MSAT oleh aparat Polda Jatim sempat mencuri perhatian publik, karena tersangka sebagai putra mahkota pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Shiddiqiyah, Ploso Jombang, Jawa Timur itu dihalang-halangi para santri dan pengikut Thoriqoh tersebut.
Dikutip dari thread akun twitter @PartaiSocmed, kasus kejahatan seksual yang dilakukan MSAT sebenarnya kejadianya sudah berlangsung cukup lama yakni pada 2017 kemudian beberapa korban baru melaporkan kasus tersebut ke Polisi 2019. Tetapi para korban pelecehan seksual yang cukup banyak tidak ada yang berani melaporkan ke aparat penegak hukum, karena mendapat diteror secara fisik maupun psikis.
Lantas bagaimana modus kejahatan seksual yang dilakukan tersangka terhadap korbannya ? Sebagaimana disampaikan dalam cuitan akun @PartaiSocmed. Mulai dari perekrutan tenaga kesehatan, pendekatan lewat hobi musik, hingga ritual sesat mandi kemben. Intinya adalah “abuse of power” dari MSAT sebagai pengelola pesantren kepada para korban.
Tindakan “abuse of power” yang dilakukan MSAT sebagai pengelola Ponpes sekaligus anak pendiri pesantren sudah dilakukan sejak lama. MSAT ini terkenal playboy dari dulu. Dia akan ngajak santri yang good looking jadi pacarnya. Ciri santri idaman tersangka bodynya ideal, kulit putih bersih.
Untuk memikat mangsanya, MSAT memanfaatkan pengaruhnya sebagai anak pendiri Pondok serta kemahirannya bermain musik. Cara pendekatan pada korbannya adalah diajari main musik. Setelah dekat, mereka semacam dikasih bayangan gombal ke calon mangsa bahwa “Kamu harusnya bangga dideketin sama anak dari penerus pesantren ini”.
Akibat kasus hukumnya dan gaya hidupnya yang hedon akhirnya uang MSAT habis. Beberapa surat tanah jamiatul digadaikan, Hotel Yusro dijual, Pabrik air mineral Maaqo dijual, Saham di MPS (pabrik rokok linting Sampoerna) di Ploso Jombang sebagian besar lepas. Salah satu bisnis yang masih tersisa adalah pabrik rokok ST (Sehat Tentrem).
Lalu bagaimana dengan nasib para korban ? Sejauh ini mereka mendapat kekerasan baik secara fisik maupun psikis, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Hal yang mengenaskan lagi, para santriwati korban kejahatan seksual tersebut selain tidak mendapat support dari temannya juga banyak yang tidak mendapat dukungan dari orang tuanya sendiri. Jangankan support, beberapa orang tua korban malah ikut-ikutan menekan anaknya.
Mengapa orang tua korban malah membela pelaku ? Karena rata-rata santri yang mondok di Ponpes itu adalah alumni dan jemaah Shiddiqqiyah. Sehingga ikatan komunitas yang begitu kuat disebabkan obedience dicampur ketakutan akan dikucilkan dan dirusak kehidupannya membuat para orang tua koban memilih memihak pelaku daripada anaknya sendiri.
Seumur hidup para orang tua korban ini dididik untuk loyal pada Thoriqoh dan patuh pada dawuh Kyai. Diluar itu ancamannya adalah neraka. Ditambah ancaman dikucilkan dari komunitas yang menjadi satu-satunya dunia mereka dan ancaman rusaknya ekonomi dan rumah tangga mereka.
Sementara itu Ponpes Shiddiqiyyah bernaung dalam Organisasi Induk Shiddiqiyyah atau disingkat Orshid. Dikutip dari laman resmi Orshid, Ponpes Shiddiqiyah dipimpin oleh Kiai Muchamad Muchtar Mu’thi. Dia merupakan mursyid atau guru dari Thoriqoh Shiddiqiyyah.
Dari komplek Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah di Desa Losari Ploso, Jombang tersebut selanjutnya berkembang pesat dan pengikutnya menyebar ke berbagai daerah di Indonesia hingga sampai luar negeri.
Bahkan Ponpes itu setiap menjelang pesta demokrasi kerap dikunjungi sejumlah calon. Mengingat jemaah dan pengikut Thorigot itu jumlahnya jutaan orang yang menyebar ke pelbagai penjuru Nusantara. Jadi wajar proses penangkapan tersangka butuh waktu lama dan petugas agak kerepotan waktu menangkapnya.
Penulis/Editor : A Hairuddin