KRUSIAL online, SURABAYA – Keterangan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat Dede Suryaman sebagai saksi dalam sidang Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) dengan terdakwa M Hamdan, Panitera pengganti Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Diluar dugaan ada aliran dana Rp 300 juta untuk meringankan vonis terdakwa mantan Walikota Kediri almarhum Samsul Ashar yang terjerat kasus korupsi proyek Jembatan Brawijaya Kota Kediri.
Selain Dede Suryaman, pada sidang kali ini Jaksa Penuntut pada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) juga menghadirkan Hakim Ad-Hoc Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Surabaya Emma Ellyani dan mantan Hakim Ad-Hoc Pengadilan Tipikor Surabaya Kusdarwanto. Ketiga hakim tersebut diperiksa secara bergantian dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Tongani.
Emma Ellyani yang diperiksa pertama kali mengaku mengenal terdakwa sebagai Panitera pengganti PN Surabaya. Selama menyidangkan perkara korupsi, seingat Emma ada dua perkara korupsi yang disidangkan bersama terdakwa, salah satunya kasus korupsi proyek Jembatan Brawijaya Kediri dengan terdakwa mantan Walikota Kediri Samsul Ashar.
Saat itu, Emma dan Kusdarwanto ditunjuk sebagai anggota Majelis Hakim, sedangkan Dede Suryaman sebagai Ketua. “Waktu itu saya hanya dikasih (surat) dakwaan, karena sudah ada nama-nama hakimnya, salah satunya saya,” kata Emma pada sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya, Senin (2/8/2022).
Awalnya sidang perkara tersebut berjalan tanpa hambatan. Namun usai sidang tuntutan, terjadi perdebatan antara Emma dan Dede Suryaman. “Keluar tuntutan terjadi perdebatan antara saya dan Pak Dede sebagai Ketua Majelis. Karena saat itu sama Jaksa dikasih (dituntut) Pasal 3 dengan tuntutan hukuman 12 tahun penjara. Pak Dede bilang ini Jaksa tidak benar, karena seharusnya bebas,” ungkapnya.
Perdebatan yang terjadi di ruang kerja tersebut juga disaksikan oleh Kusdarwanto. Menurut Emma, bahkan saat itu Dede Suryaman sempat marah-marah. “Kemudian Pak Kus (Kusdarwanto) bilang, ojo bebas toh pak (jangan dibebaskan). Saya bilang vonis 7 tahun, Pak Kus bilang vonis 4,5 tahun,” kata Emma.
Emma menolak menjatuhkan vonis bebas karena dirinya enggan berurusan dengan KPK dan Komisi Yudisial (KY). “Kalau vonisnya jauh (dari tuntutan) nanti dipanggil KPK dan dipanggil KY. Tapi Pak Dede bilang sudah gak usah takut, saya sudah biasa dipanggil KY. Malah waktu itu saya dibentak-bentak, saya sampe nangis,” ungkap Emma.
Saat Jaksa KPK bertanya apakah dalam perkara korupsi jembatan Brawijaya Kediri ada pihak yang menjanjikan sesuatu kepada dirinya, Emma membantahnya. “Gak ada yang menjanjikan sesuatu. Pak Hamdan atau Pak Dede bertemu dengan pihak yang berperkara, tetapi saya tidak tahu,” jawabnya.
Keterangan Emma itu diperkuat keterangan Kusdarwanto. Saat diperiksa sebagai saksi, Kusdarwanto menyebut bahwa Dede Suryaman sampai menggebrak meja ketika Emma memohon untuk memilih dissenting opinion dalam menjatuhkan vonis korupsi jembatan Brawijaya Kediri.
“Pak Dede sampai gebrak meja, karena Bu Emma memohon-mohon minta dissenting opinion,” katanya.
Ia juga menyebut tidak ada pembicaraan atau janji uang jelang sidang vonis. “Tidak ada,” jawab Kusdarwanto menjawab pertanyaan Jaksa KPK.
Tetapi keterangan berbeda justru terungkap saat Dede Suryaman diperiksa sebagai saksi. Seingat Dede, dirinya pernah didatangai rekannya sesama hakim bernama Gunawan di PN Surabaya. Saat itu, Gunawan mengutarakan ada seseorang yang ingin menemuinya. Dalam pertemuan itulah, Gunawan datang dengan membawa pengacara bernama Yuda.
“Pak Dede minta bantuan ya, intinya diringankan (hukuman). Ini orangnya sakit Pak,” kata Dede menirukan ucapan Yuda saat itu.
Saat ditanya siapakah Yuda, Dede menyebut Yuda merupakan teman dari kuasa hukum terdakwa Samsul Ashar. “Yuda itu bukan pengacara yang bersidang, tapi kawannya pengacara terdakwa,” ungkapnya.
Dede mengaku, sebelum putusan Yuda memberikan ucapan terima kasih berupa uang Rp 300 juta kepada dirinya. Kemudian uang tersebut dibagi-bagikan. “Pak Hamdan dapat Rp 10 juta. Kemudian masing-masing Hakim dapat Rp 100 jutaan,” kata Dede.
Saat Jaksa KPK mencecar Dede dengan membacakan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) bahwa uang tersebut untuk keringanan hukuman, bukan sebagai ucapan terima kasih, Dede tak bisa mengelak. “Ya sebangsanya lah,” jawab Dede kepada Jaksa KPK.
Setelah uang dibagikan, lanjut Dede, ada protes dari hakim anggota yang merasa tidak puas dengan jumlah pembagian uang. “Protes anggota kenapa segini. Kalau gak mau gak papa saya kembalikan. Ya pada intinya gak puas lah. Saya sampaikan juga minta diringankan aja,” bebernya.
Namun sebelum sidang putusan, Hakim Dede memilih mengembalikan uang Rp 300 juta tersebut. Pasalnya, putusan perkara tersebut tidak bulat alias terjadi dissenting opinion. “Saya serahkan uang di warung sebelah PN Surabaya namanya Dapur Mahkota, pengelolanya Iwan. Iwan yang tahu uangnya saya serahkan ke Yuda dalam dua kali,” ungkap Dede.
Usai sidang, Dede membantah keterangan Emma dan Kusdarwanto yang mengaku tidak pernah menerima atau membicarakan soal pemberian uang terkait perkara korupsi yang menjerat mantan WalikotaKediri Samsul Ashar.
“Bulshit itu. Dia (Emma) minta vonis 6 tahun itu karena apa ? Sudah saya terangkan semua, mereka gak puas. Mereka curiga dengan saya, karena disangka saya nilep uangnya,” tandas Dede kepada wartawan.
Sebagaimana diketahui, Mohammad Hamdan bersama Hakim Itong Isnaeni Hidayat terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Januari lalu. Saat penangkapan itu juga ada 3 orang yang berprofesi sebagai pengacara, maupun dari pihak swasta ditangkap petugas anti rasuah tersebut.
Penulis : AH
Editor : A Hairuddin