KRUSIAL.online, SURABAYA – Menurut Kahlil Gibran, orang tua bagaikan sebuah busur dan anak merupakan anak panah yang meluncur. Kita tidak pernah tahu apa yang bakal terjadi kelak terhadap mereka, namun yang pasti mereka akan tumbuh dan berkembang sebagai tunas-tunas muda yang mengisi lembar sejarah kehidupan kita berikutnya.
Peran orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak, sangat berpengaruh sekali terhadap pola pikir dan prilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi tanpa kita sadari terkadang orang tua cenderung memaksakan kehendak secara berlebihan dalam menentukan berbagai pilihan yang harus dijalani si anak. Misalnya, memaksakan anak untuk ikut les atau kursus sesuai dengan keinginannya. Atau menentukan bidang studi yang harus ditempuh anak, tanpa memberikan peluang kepada mereka untuk memilih.
Padahal dalam situasi seperti itu akan berdampak terhadap perkembangan mental dan jiwa mereka. Anak-anak tersebut akan tumbuh dalam lingkungan yang tertekan dan akhirnya menjadi anak yang introvert, serta mempunyai jiwa yang tidak tegas dan labil. Pola mendidik dan membesarkan anak yang terkesan diktator dan otoriter seperti itu merupakan kesalahan orang tua yang sangat fatal.
Menurut Psikolog dan konselor perkawinan, Henny Liswati SPsi MM, menyatakan, mendidik anak harus mempunyai seni tersendiri, jika terlalu keras maka akan patah, sebaliknya apabila terlalu lunak maka akan menjadi pribadi yang permisif. Sebagaimana di kutip dalam buku John C Friel, Ph.D dan Linda D.Friel M.A, menyebutkan bahwa ada 7 kesalahan orang tua yang mendasar terhadap anak.
“Tujuh kesalahan itu antara lain, pertama Memanjakan Anak, kedua Mengabaikan Perkawinan, ketiga Memaksakan Terlalu Banyak Kegiatan Pada Anak, keempat Mengabaikan Kehidupan Emosional, kelima Menjadi Sahabat Anak Bukan Menjadi Orang Tua Yang Hangat, keenam Gagal Memberi Anak Pemahaman Tentang Kontrol Diri dan ketujuh, Mengharapkan Anak Mewujudkan Impian Orang Tua,” jelas Henny Owner Bimbingan Belajar (Bimbel) dan pembentukan karakter Griya Talenta Bunda (GTB).
Lebih jauh psikolog lulusan Universitas Gajah Mada itu merinci apa yang di maksud dengan memanjakan anak. Dalam Emotional Intelligence : Why It Can Matter More Than IQ, Daniel Golemen mengutip penelitian Jerome Kagan tentang anak-anak yang mempunyai sifat penakut bawaan. Para ibu yang melindungi anak-anak mereka dari pengalaman buruk menghasilkan anak-anak yang terus dihantui ketakutan sampai mereka dewasa dan sebaliknya para ibu yang secara perlahan-lahan dan konsisten mendorong anak-anak mereka menghadapi dunia akan menghasilkan anak-anak yang mempunyai sikap mental yang kuat.
“Banyak para orang tua yang masih mempunyai pemikiran bahwa anak-anak harus dilindungi dari kesulitan hidup, orang tua yang demikian selalu berusaha untuk menyelesaikan segala permasalahan dan kesulitan yang dihadapi si anak. Sehingga anak tumbuh menjadi sosok yang mempunyai ketergantungan tinggi terhadap orang tua dan tidak terpacu untuk berusaha menyelesaikan masalah dan kesulitannya sendiri. Sering kita merasa tidak tega bila dihadapkan pada tangisan dan rengekan anak kita yang meminta sesuatu dan pada akhirnya orang tua mempunyai kecenderungan untuk memenuhi dengan alasan kasihan,” terangnya.
Kemudian ia menjelaskan Mengabaikan Perkawinan sebagai penyebab kesalahan orang tua dalam mengasuh anak. Menurutnya, banyak sekali pasangan suami istri setelah dikaruniai anak, energi dan pikirannya hanya terfokus kepada urusan anak. Terbelenggu dengan rutinitas dan permasalahan permasalahan yang mereka hadapi, sehingga mengabaikan keharmonisan dalam kehidupan perkawinannya.
“Jadi bagaimana mungkin orang tua bisa memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya, sementara mereka sendiri sebagai orang tua tidak memiliki kasih sayang. Karena anak-anak bisa memahami bagaimana rasa kekeluargaan, rasa saling menyanyangi dan memiliki, serta rasa kebersamaan dengan melihat hubungan yang harmonis antara kedua orang tuanya diwarnai dengan kasih sayang yang tulus,” urainya.
Memaksakan Terlalu Banyak Kegiatan Kepada Anak, adalah salah satu faktor kesalahan yang harus diperbaiki oleh orang tua. Contohnya, ujar lulusan S2 Magister Manajemen UGM itu, jika anak bisa mendapatkan nilai yang baik, bisa melakukan 3 aktivitas kegiatan dengan baik, tidak sering sakit (termasuk sakit emosional), masih punya waktu untuk kehidupan sosial disamping keluarga.
“Itu artinya kehidupan pada diri anak kita seimbang dan kita tidak termasuk dalam kategori orang tua yang suka memaksakan terlalu banyak kegiatan kepada anak-anak,” ucapnya.
Dia menerangkan, orang tua kadang Mengabaikan Kehidupan Emosional. Hal itu sering terjadi karena orang tua tidak bisa memahami bagaimana suasana emosional anak. Kepekaan orang tua harus tumbuh agar bisa menyelami mengapa anak sedang bersedih, rewel atau menjadi nakal ??.
“Sering terjadi anak merasa di reject oleh orang tuanya dengan kata-kata yang terlontar seperti kamu anak nakal” “kenapa kamu tidak pintar lagi. Nah kalimat-kalimat seperti itu seharusnya tidak perlu terlontar apabila orang tua bisa memahami dan mencari penyebabnya bukan malah menghakimi anak,” paparnya.
Menjadi Sahabat Bukan Sebagai Orang Tua Yang Hangat. Pengertian dari kalimat itu ialah ketika orang tua memposisikan dirinya dengan pola hubungan sebagai sahabat justru suatu saat akan menjadi bumerang. Karena jika anak merasa sudah terbiasa dengan pola orang tua menjadi sahabat itu bisa menjadi rusak, pada saat orang tua memberikan peringatan keras terhadap prilaku salah yang diperbuat sang anak.
“Karena dalam benak awal sang anak bahwa orang tuanya adalah sahabat yang selalu manis terhadap dirinya dan tidak akan pernah melakukan penolakan atau peringatan terhadap semua perilakunya,” imbuhnya.
Apa yang dimaksud Gagal Memberi Anak Pemahaman Tentang Kontrol Diri. Dia menyampaikan cara yang paling efektif untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang kontrol diri adalah dengan melakukan kontrol pada diri kita sendiri sebagai orang tua dan memberi contoh kepada anak-anak tentang sesuatu hal atau perilaku yang baik, dan sebisa mungkin menghindari metode menceramahi anak.
Penyebab ketujuh kesalahan orang tua yaknj Mengharapkan Anak Mewujudkan Impian Mereka. Kadang tanpa di sadari anak dijadikan pelampiasan bagi orang tua yang pernah merasa gagal saat mewujudkan impiannya di masa muda. Sehingga mereka terkesan ingin memaksakan kehendaknya dengan mengharapkan anaknya mengikuti kehendaknya.
“Sebagai orang tua yang baik hendaknya kita bisa memberikan arahan kepada anak-anak untuk bisa memilih sesuatu yang terbaik menurut mereka, sesuai dengan bakat dan minatnya masing-masing. Biarkan anak anak kita tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang mereka miliki,” pungkasnya.
Penulis/Editor : A Hairuddin