KRUSIAL.online, BANGKALAN – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangkalan resmi menghentikan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di tiga Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Bangkalan. Keputusan ini diambil meskipun telah ditemukan indikasi kerugian negara, dengan alasan bahwa jumlahnya masih di bawah Rp 100 juta serta adanya itikad baik dari pihak yang terlibat untuk mengembalikan dana tersebut.
Keputusan ini menuai beragam tanggapan dari masyarakat dan pengamat hukum. Beberapa pihak mengkhawatirkan bahwa kebijakan ini dapat menjadi preseden buruk dalam upaya pemberantasan korupsi, terutama di sektor pendidikan yang seharusnya menjadi prioritas dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana publik.
Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Bangkalan, Muhammad Fakhry, SH., M.H., menjelaskan bahwa penghentian penyelidikan didasarkan pada sejumlah pertimbangan. Meski pihaknya telah mengumpulkan bukti awal serta memeriksa sejumlah saksi dari tiga sekolah terkait, faktor biaya perkara dan pengembalian dana menjadi dasar keputusan ini.
“Adapun beberapa pertimbangan yang kami ambil adalah kerugian negara yang relatif kecil dibandingkan biaya perkara yang harus dikeluarkan. Selain itu, pihak terkait juga telah menunjukkan itikad baik dengan mengembalikan kerugian negara secara sukarela,” ujar Fakhry dalam audiensi dengan pelapor dan beberapa aktivis di Bangkalan, Jumat (7/3/2025).
Dari hasil audit internal Kejari Bangkalan, diketahui bahwa total kerugian negara dari tiga sekolah tersebut adalah:
• SDN Tambegan: Rp 98.000.000
• SDN Tengket 2: Rp 77.000.000
• SDN Plakaran: Rp 7.300.000
Dengan total kerugian yang masih berada di bawah ambang batas Rp 100 juta, Kejari Bangkalan menganggap bahwa kasus ini tidak perlu dilanjutkan ke proses hukum lebih lanjut.
Keputusan ini mendapat reaksi keras dari Jamal, salah satu pelapor kasus ini. Ia menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan Kejari Bangkalan yang dianggap kurang transparan dalam memberikan alasan penghentian penyelidikan.
“Saya kecewa karena laporan saya dihentikan begitu saja tanpa alasan yang jelas. Padahal sudah ada bukti nyata mengenai kerugian negara,” ungkap Jamal dalam wawancara dengan media.
Menurutnya, alasan itikad baik dan pengembalian dana secara sukarela tidak seharusnya menjadi dasar penghentian kasus korupsi. Ia khawatir bahwa keputusan ini dapat membuka celah bagi oknum lain untuk melakukan hal serupa tanpa konsekuensi hukum yang tegas.
“Kalau hanya karena itikad baik dan jumlahnya di bawah Rp 100 juta lantas dihentikan, maka semua orang bisa saja melakukan korupsi dulu, lalu kalau ketahuan tinggal mengembalikan uangnya saja. Ini tentu berbahaya dan mencederai keadilan,” tegasnya.
Jamal berharap agar kejaksaan lebih transparan dan tegas dalam menangani kasus korupsi, terutama di sektor pendidikan yang menyangkut masa depan generasi muda.
“Saya berharap Kejari Bangkalan benar-benar serius menindak pelaku korupsi agar ada efek jera. Jangan sampai kasus seperti ini terus terjadi di dunia pendidikan,” pungkasnya.
Kasus ini juga menjadi perbincangan di kalangan masyarakat Bangkalan. Banyak yang mempertanyakan apakah penghentian perkara korupsi dengan alasan nilai kerugian kecil dapat dibenarkan. Sejumlah aktivis anti-korupsi menilai bahwa tindakan ini justru dapat menciptakan kesan bahwa hukum tidak berlaku bagi pelaku korupsi dalam skala kecil.
“Tidak ada korupsi yang kecil atau besar, semua bentuk korupsi tetap merugikan negara dan harus ditindak tegas. Jika dibiarkan, ini bisa menjadi budaya yang terus berulang,” ujar salah satu aktivis Bangkalan Syaiful Anam.
Meski demikian, pihak Kejari Bangkalan tetap pada pendiriannya bahwa keputusan ini diambil berdasarkan kajian hukum dan pertimbangan yang matang. Hingga kini, belum ada langkah lanjutan yang diambil oleh pelapor untuk menggugat keputusan penghentian perkara tersebut.
Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat akan pentingnya pengawasan terhadap penggunaan dana publik, terutama di sektor pendidikan. Transparansi dan akuntabilitas tetap harus dijunjung tinggi agar tidak ada celah bagi oknum tertentu untuk menyalahgunakan dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan siswa dan sekolah.
Penulis : A Hairuddin