KRUSIAL.online, BANGKALAN – Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pejuang Reformasi Indonesia (PRI) menggelar audiensi dengan BPJS Ketenagakerjaan Bangkalan terkait pemotongan gaji Tenaga Harian Lepas (THL) di Kabupaten Bangkalan. Mereka menilai pemotongan tersebut tidak transparan dan menimbulkan kebingungan di kalangan pekerja.
Ketua LSM PRI, Syaiful Anam, mengungkapkan keprihatinannya terhadap permasalahan ini. Ia menilai adanya kejanggalan dalam sistem pemotongan gaji yang belum mendapat penjelasan yang jelas dari pihak terkait.
“Kehadiran kami di sini untuk tabayun, mencari kejelasan, dan meluruskan asumsi liar yang berkembang di masyarakat. Sampai saat ini, pemotongan gaji THL masih belum jelas mekanismenya,” ujar Syaiful dalam audiensi yang digelar pada Rabu (12/03/2025).
Menurutnya, BPJS Ketenagakerjaan seharusnya lebih aktif memberikan sosialisasi terkait kebijakan yang mempengaruhi kesejahteraan pekerja. “Jika memang ada regulasi baru atau kebijakan tertentu, seharusnya disampaikan secara terbuka. Bukan malah membuat pekerja bertanya-tanya mengapa gaji mereka terpotong,” tegasnya.
Lebih lanjut, Syaiful menduga adanya ketidaksinkronan antara BPJS Ketenagakerjaan dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Bangkalan dalam implementasi kebijakan ini. “Kami mendapat banyak keluhan dari pekerja THL. Oleh karena itu, kami hadir untuk membahas langsung dengan pimpinan BPJS Ketenagakerjaan Bangkalan,” tambahnya.
Menanggapi hal ini, Kepala BPJS Ketenagakerjaan Bangkalan, Indriyatno, mengapresiasi langkah LSM PRI yang mewakili aspirasi pekerja THL.
“Saya ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan LSM PRI yang sudah datang untuk berdiskusi. Ini penting agar tidak ada asumsi liar yang berkembang di masyarakat,” ungkapnya.
Indriyatno menjelaskan bahwa pemotongan gaji THL memang sudah diatur dalam sistem BPJS Ketenagakerjaan. Namun, selain pemotongan untuk BPJS Ketenagakerjaan, ada juga pemotongan untuk BPJS Kesehatan. “Jadi, pekerja THL mendapatkan dua potongan, bukan hanya dari BPJS Ketenagakerjaan saja,” terangnya.
Ia memastikan bahwa skema pemotongan yang diterapkan telah sesuai dengan regulasi yang berlaku. “Untuk BPJS Ketenagakerjaan, potongan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0,24% dari gaji THL, dan Jaminan Kematian (JKM) sebesar 0,3% dari gaji. Sedangkan Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 5,7% dari gaji, dengan rincian 3,7% ditanggung pemerintah dan 2% ditanggung oleh pekerja,” jelasnya.
Namun, Indriyatno mengakui adanya perbedaan skema pembayaran iuran BPJS di lapangan yang dapat menimbulkan kebingungan. “Apakah itu menyalahi aturan? Ya, jika memang tidak sesuai regulasi, itu tentu menyalahi aturan. Tapi di sisi lain, skema ini juga dibuat untuk menguntungkan pekerja,” ujarnya.
Indriyatno mengungkapkan bahwa sejak tahun 2018, gaji THL di Bangkalan tetap berada di angka Rp950.000 per bulan. Namun, dalam kesepakatan antara BPJS Ketenagakerjaan dan Pemerintah Kabupaten Bangkalan, pemerintah daerah menanggung penuh iuran BPJS para pekerja.
“Pemerintah menambahkan Rp112.000 ke dalam komponen gaji THL untuk pembayaran iuran BPJS. Tapi, gaji yang diterima oleh pekerja tetap Rp950.000,” katanya.
Ia menegaskan bahwa skema ini bukanlah pemotongan gaji, melainkan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam menjamin perlindungan sosial tenaga kerja. “Jadi, gaji pokok pekerja tetap Rp950.000, hanya saja iuran BPJS dititipkan dalam komponen gaji tersebut,” pungkasnya.
Dengan adanya audiensi ini, diharapkan pemerintah daerah, BPJS Ketenagakerjaan, dan pekerja THL dapat menemukan solusi terbaik demi transparansi dan kesejahteraan pekerja di Bangkalan.
Penulis : Jamal
Editor : A Hairuddin