KRUSIAL.online, SAMPANG – Kasus penganiayaan pengunjung oleh Juru Parkir (Jukir) Alun Alun Sampang yang tidak bersedia memberikan karcis semakin menunjukkan ada indikasi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) di bidang retribusi parkir.
Bahkan di senyalir ada permainan dari orang dalam Dinas Perhubungan (Dishub) Sampang sendiri yang menjual karcis parkir tanpa melalui porporasi secara resmi. Ini artinya marak parkir liar di seputar Alun Alun Sampang.
Kepala Bidang (Kabid) Perhubungan Darat, Dinas Perhubungan (Dishub) Sampang Heri Budiyanto saat dikonfirmasi, terkait kebocoran PAD retribusi parkir tersebut mengakui bahwa pihaknya sudah berkali kali melakukan penertiban terkait parkir liar tersebut, tapi selalu terjadi lagi saat petugas sudah tidak ada di tempat.
Ironisnya lagi, oknum Dishub juga bermain dalam pelaksanaan karcis parkir bodong tersebut. Mereka membuat karcis tanpa di porporasi sehingga tidak masuk kas daerah tapi masuk kantong pribadi. Hal itu juga diakui oleh Heri Budiyanto, sehingga kesan pembiaran tersebut berpotensi korupsi, karena pemasukan PAD bidang retribusi parkir menjadi berkurang.
“Teman teman dilapangan juga tidak memberikan contoh yang tidak baik, mereka kerap membuat karcis sendiri tanpa di porporasi. Sehingga kami terpaksa membuat teguran keras,” tegas Heri.
Dia menerangkan, berdasarkan ketentuan yang berlaku tarif parkir roda dua sebesar Rp 2 ribu sedangkan untuk roda empat Rp 5 ribu. “Tapi jika ada yang melakukan penarikan karcis diluar ketentuan itu jelas melanggar peraturan,” tandasnya.
Sementara itu Sekretaris Aliansi Rakyat Marginal Sampang (ALARM’S) Zainal Abidin sangat menyayangkan dengan sikap petugas Dishub yang terkesan ada pembiaran dalam penarikan biaya parkir yang melebihi ketentuan.
“Bahkan petugas parkir tidak menyerahkan karcis parkir kepada pengendara, ini jelas menyalahi aturan dan ada indikasi kebocoran PAD karena uang yang masuk ke kantong pribadi. Selain itu jika kendaraan ada yang hilang lalu siapa yang bertanggung jawab, karena pengendara tidak punya tanda bukti karcis parkir,” ungkap Zainal.
Aktivis asal Camplong itu membeberkan, pemerintah daerah seharusnya memahami regulasi tentang retribusi parkir tersebut. Dengan mengacu pada dasar hukum Peraturan Daerah (Perda) Sampang No. 05 tahun 2011 Tentang Retribusi Jasa Umum. Serta aturan di atasnya yakni UU 22/2009 Tentang Lalu Lintas Jalan Dan Angkutan Jalan, maupun Undang-undang No. 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daer.ah
“Dalam ketentuan Perda no 9 Tahun 2020 tentang Pelayanan Parkir Tepi Jalan Umum, perlu peninjauan kembali tarif retribusi dengan memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian, “jelasnya.
Menurutnya, apabila pemangku kebijakan tidak membenahi karut marut pengelolaan parkir tersebut, maka kebocoran PAD akan jadi bancakan segelintir orang dan berpotensi ladang korupsi, karena pelaksanaannya tidak transparan dan akubtable.
“Sebaiknya pihak ketiga yang mengelola lahan parkir harus dilelang, sehingga pemenang mempunyai kelengkapan administrasi sesuai dengan ketentuan yang ada. Bukan asal main tunjuk karena berdasarkan kedekatan dan balas budi,”pungkasya.
Jurnalis/Editor : A Hairuddin